Bar merupakan tempat di mna orang dari segala lapisan masyarakat berkumpul bersama dan membeli minuman.

Sebenarnya, masyarakat Indonesua sudah tidak asing dengan system pergaulan kongko kongko seperti itu. Namun, bar lebih merupakan kebiasaan masyarakat Barat yang masuk dan diserap oleh masyarakat Indonesia.

Pengadopsiannya sendiri pun sebenarnya berbeda dengan kebiasaan orang-orang di benua Amerika atau Eropa.

Bar awalnya dikembangkan oleh bangsa Amerika sekitar abad ke-16. Awalnya, bar hanya terdiri dari sebuah pemisah yang terbuat dari kayu yang kuat atau disebut sebagai barrier.

Secara harafiah, fungsi barrier tersebut adalah untuk memisahkan antara pembeli dan penjual (barman).

Kenapa Orang Indonesia Doyan Nongkrong di Bar?

Budaya bar yang seperti itu pun mudah diterima oleh masyarakat Indonesia karena sifat masyarakatnya yang memang gemar bersosialisasi.

“Orang Indonesia memiliki kehidupan social yang sangat tinggi, dari tingkat social yang paling rendah sampai yang tingkat sosialnya tinggi” kata pakar sosiologi perkotaan JF Warrouw.

Namun, menurutnya, berbeda dengan orang-orang Barat yang memang pergi ke bar untuk menegak minuman keras. Masyarakat Indonesia biasanya pergi ke bar untuk bersosiaisasi mencari teman dan jaringan, beberapa orang hanya ingin menikmati suasana sambil bermain situs ceme.

Meski demikian, Warouw mengungkapkan bahwa dalam perkembangannya, bar telah mengalami revolusi tinggi.

Menurutnya, nongkrong di bar dalam kebiasaan masyarakat urban Indoneia berbeda dengan tradisi ke bar pada masyarakat Barat.

“Di Barat condong individualis. Mereka pergi ke bar tertentu karena memang sudah menjadi tempat nongkrong mereka. Para pelayannya juga sudah tahu tamu-yamu yang biasa datang ke sana.”

Sementara, dosen sosiologi Universitas Indonesia itu mengatakan, dalam budaya masyarakat Indonesia, pada umumnya ada dua fenomena “penongkrong”.

Pertama, orang yang pergi ke bar untuk mencari pengalaman baru. “Mereka biasanya pergi ke bar untuk mencaru pengalaman dan hal-hal baru atau referensi baru” katanya.

Kedua, orang yang mengharapkan bertemu dengan orang baru dan membangun jaringan social. “mereka memang datang ke bar untuk mencari jaringan baru yang akhirnya bisa berkembang menjadi pertemanan.

Ia bercerita, dulu bar tidak ada sebanyak sekarang. Dulu hanya ada di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat. Banyak politisi berkumpul di sana. Namun sekarang bar bukan hanya ada di hotel saja namun sudah tersebar.

Kehidupan mala di Jakarta kelihatannya tidak pernah sepi peminat. Setidaknya, ada belasan bar yang menjadi favorit kawula muda dan para ekspatriat yang bermukim di Jakarta.

Selain itu, bagi orang awan, pergi ke bar kerap identic dengan mengonsumsi minuman keras. Namun, ia mengingatkan bahwa klarifikasi bar di Indonesia tidak lagi sama dengan standar di Barat.

Ada bar yang memang tidak menyediakan minum-minuman keras. Diantaranya dinamai dengan bar dan restoran. Bentuk dan susunan tempat ini seperti sebuha restoran.

Bar ini biasanya terletak di sebuah sudut restoran yang dilengkapi dengan hiburan untuk mengiringi tamu-tamu makan dan minum.

Selain itu ada espresso bar yang menyajikan kopi dan es kri. Ada juga public bar dimana mereka melayani penjualan minuman untuk umum.

Dalam perkembangannya, revousi bar di dunia sudah sangat luas. Bar kini bukan lagi tempat untuk sekedar meminum minuman keras.

Jika bagi masyarakat tradisional bar adalah tempat bersosialisasi, namun sekarang bar telah mengalami revolusi fungsi. Maka, dipandang dari tujuan orang datang ke bar, bar pun menjadi individu atau kolektof dan negative atau positif.